Rahasia Dibalik Istighfar (Imam Hambali dan Si Penjual Roti)

Rahasia Dibalik Istighfar 
(Imam Hambali dan Si Penjual Roti)


Tidak pernah ada kata atau kalimat dalam Islam yang sia-sia. Seperti kisah yang satu ini. Penasaran apa isinya? Simak cerita di bawah ini hingga akhir yak!

  Sore itu setelah selesai mengajar, Imam Hambali berbincang santai dengan para muridnya.

"Anak-anak kemudian seminggu ke depan kelas akan libur"
"Apakah kami boleh tahu alasannya?" Tanya sang murid.
"Besok aku akan ke Basrah, Irak. Firasatku mengatakan aku harus ke sana."

  Keesokan harinya sebelum matahari muncul Imam Hambali berangkat ke kota Bashrah dengan menunggangi kuda. 

"Bismillah, semoga Allah memberikan kelancaran." 

  Perjalan ke kota Bashrah lumayan jauh. Meskipun sendirian ia yakin Allah selalu bersamanya setiap saat.

  Imam Hambali tiba di kota Basrah ketika sudah larut malam dan sangat kelelahan sehingga memutuskan untuk mencari tempat istirahat. Saat mengedarkan pandangannya, Imam Hambali menemukan masjid di tengah kota. 

"Alhamdulillah, Aku akan salat dan beristirahat sementara waktu di sana."

  Masjid yang dituju Imam Hambali berukuran besar. Lampu-lampu penerangan tergantung di berbagai tempat masih menyala, terlihat amat nyaman untuk beribadah. Setelah melakukan sholat sunnah, Imam Hambali merebahkan badannya di tepi ruangan. 

"Sudah terlalu larut untuk mencari penginapan, sebaiknya aku istirahat di sini dulu."

  Beberapa saat kemudian datanglah seorang pengurus masjid. Ia melihat ada seseorang yang berbaring di samping tembok masjid. 

"Tuan, apa yang engkau lakukan? Bukannya semua tahu kalau tidak boleh tidur di dalam masjid."

  Namun tidak ada jawaban sama sekali. Si pengurus masjid berteriak sekali lagi untuk mengingatkan. Kali ini pun tidak ada jawaban.

"Tuan, Anda tidak boleh tidur di sini." Perintahnya tegas.
"Aku ingin istirahat sebentar saja."
 "Maaf tuan tetapi Anda tidak boleh tidur di sini, Anda bisa mencari penginapan di kota." 

Imam Hambali keluar sambil menahan kantuk. Ia kemudian berjalan menuju ke satu sudut teras dan kembali merebahkan dirinya. Namun, lagi-lagi si pengurus itu kembali berteriak.

"Anda tidak boleh tidur di sini baik di dalam maupun di teras masjid."
"Hmm.. baiklah Aku akan pergi." ujar Imam Hambali dengan nada lemas. Beliau segera berdiri agar tidak diusir lagi oleh si pengurus masjid. Yang sebenarnya, pengurus tidak tahu kalau yang diusirnya adalah Imam Hambali, seorang ulama terkenal dari Baghdad. 

"Hmm... Mengapa akhir-akhir ini banyak sekali musafir yang seenaknya tidur di masjid." Monolognya, heran. 

  Meskipun merasa iba tetapi si pengurus itu harus tetap tegas kepada siapapun yang tidur di masjid. Dia berusaha bekerja dengan baik dan menjadi amanat yang dipercayakan padanya.

"Ya Allah, Aku harus tidur di mana? Malam sudah larut, tidak mungkin Aku menemukan penginapan yang masih buka."

  Tak jauh di belakangnya, si pengurus masjid sedang mengunci pintu dan mematikan lampu-lampu hingga padam. Suasana malam itu sangat sepi membuat teriakan si pengurus masjid itu terdengar jelas hingga ke rumah si penjual roti yang terletak di seberang jalan. 

"Sudah lama Aku tidak mendengarkan teriakan si pengurus masjid. Apakah ada musafir yang tidur di masjid lagi?" 

  Penjual roti itu kemudian keluar dan melihat Imam Hambali yang sedang termenung di depan masjid. Ia berjalan maju sedikit lebih dekat dengan Imam Hambali.

"Kemarilah tuan, engkau bisa menginap di rumahku."
"Alhamdulillah"

Imam Hambali pun segera bergegas menuju rumah si penjual roti itu. 

"Apakah Anda seorang musafir tuan?"
"I-iya benar. Aku kesulitan mencari penginapan karena hari sudah terlalu larut."

Sesampainya di depan rumah si penjual roti, ia menyuruh Imam Hambali agar beristirahat dan membiarkan dia saja yang menamatkan kudanya pada pohon. Tetapi Imam Hambali menolak dan mengajaknya untuk menamatkannya bersama.

Akhirnya, si penjual roti mengajak Imam Hambali ke samping rumah, di sanalah kuda itu di tamatkan. 

"Tuan berasal dari mana dan ada urusan apa di sini?"
"Aku berasal dari kota Baghdad. Ada sesuatu yang harus aku cari di sini."
"Nah kuda Anda sudah cukup makan dan minum. Mari kita masuk ke dalam." 
Si penjual roti menjamu Imam Hambali dengan sangat baik. Ia menghidangkan minuman dan roti yang masih hangat kemudian menyiapkan karpet, bantal dan juga selimut. 
"Maaf tuan, rumah saya sangat kecil, semoga Anda tidak keberatan tidur di lantai."
"Tidak apa-apa tuan, ini sudah lebih dari cukup."

Esok harinya si penjual roti sibuk bekerja membuat roti. Imam Hambali duduk dan mendengar si penjual roti terus mengucapkan kata istighfar.

"Astaghfirullah, Astaghfirullah." Itulah yang diucapkan si pencual roti setiap hendak melakukan sesuatu.
"Apa kamu selalu mengucapkan istighfar setiap hendak melakukan sesuatu?"
"Ah iya bener itu kebiasaan saya, tuan."
"Mengapa engkau melakukan itu? Biasanya orang mengucap istighfar setelah salat atau saat melakukan kesalahan."
"Saya sudah melakukannya 30 tahun yang lalu. Berkat itu apapun yang saya minta selalu dikabulkan oleh Allah."
"Subhanallah." sahut Imam Hambali
"Permintaan saya yang paling besar adalah memiliki istri dan anak yang shaleh. Allah telah mengabulkannya."
"Namun ada satu hal yang sampai saat ini belum terkabul."
"Apa itu?"
"Sudah lama saya meminta kepada Allah untuk dipertemukan dengan Imam Hambali."
"Mengapa engkau ingin bertemu dia hingga menangis seperti itu?"
"Beliau adalah panutan saya, tuan."
"Allahu Akbar! sudah terkabul."
"Apa maksud Anda, tuan?"
"Allah telah mendatangkan aku ke rumahmu. Bahkan sampai harus diusir oleh pengurus masjid. akulah Imam Hambali yang engkau maksud."

Si penjual roti sampai terbelalak kaget. Dia masih belum percaya pada apa yang didengarnya.

"Sungguh engkau adalah hamba yang dikasihi oleh Allah." Ujar Imam Hambali sembari tersenyum simpul kepada si penjual roti.
"Alhamdulillah, Allah telah mengabulkan semua doa ku." Seru gembira sang penjual roti mengetahui peristiwa ini.
  Sejak saat itu si penjual roti semakin giat beribadah. Kebiasaannya mengucap istighfar di mana pun dan kapan pun masih terus dilakukannya. MaasyaaAllah tabarakallah, sungguh teladan yang patut dicontoh. 

Tamat~
  
  Semoga dari penggalan kisah sahabat Nabi ini, kita dapat mengamalkan hal-hal baik di dalamnya ke kehidupan sehari-hari.

Nadhifa A.

Hi. It's nice to meet you guys, even if it's not in person. I'm Nadhifa A. and this is where I write information about religion, especially Islam. I hope my writing reaches your heart. Criticism and suggestions are open to all. Thank you for visiting this blog. Pye pye.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama